Showing posts with label konsep. Show all posts
Showing posts with label konsep. Show all posts

Wednesday, August 17, 2016

KONSEP ILMU JIWA PENDIDIKAN

KONSEP ILMU JIWA PENDIDIKAN




KONSEP ILMU JIWA PENDIDIKAN



Konsep Dasar Desentralisasi Pendidikan

 

Desentralisasi pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan keputusan dan merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas guru yang belakangan ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara regional maupun secara internasional.[1]
Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air kita. Hal ini beralasan, karena sistem birokrasi selalu menempatkan “kekuasaan” sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses pengambilan keputusan. Sekolah-sekolah saat ini telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi sejak kekuasaan tingkat pusat hingga daerah bahkan terkesan semakin buruk dalam era reformasi saat ini.  Ironisnya, kepala sekolah dan guru-guru sebagai pihak yang paling memahami realitas pendidikan berada pada tempat yang “dikendalikan”. Merekalah seharusnya yang paling berperan sebagai pengambil keputusan dalam mengatasi berbagai persoalan sehari-hari yang menghadang  upaya peningkatan mutu pendidikan. Namun, mereka ada dalam posisi tidak berdaya dan tertekan oleh berbagai pembakuan dalam bentuk juklak dan juknis yang “pasti” tidak sesuai dengan kenyataan obyektif di masing-masing sekolah.

Disamping itu pula, kekuasaan birokrasi juga yang menjadi faktor sebab dari menurunnya semangat partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dulu, sekolah sepenuhnya dimiliki oleh masyarakat, dan merekalah yang membangun dan memelihara sekolah, mengadakan sarana pendidikan, serta iuran untuk mengadakan biaya operasional sekolah. Jika sekolah telah mereka bangun, masyarakat hanya meminta guru-guru kepada pemerintah untuk diangkat pada sekolah mereka itu. Pada waktu itu, kita sebenarnya telah mencapai pembangunan pendidikan yang berkelanjutan (sustainable development), karena sekolah adalah sepenuhnya milik masyarakat yang senantiasa bertanggungjawab dalam pemeliharan serta operasional pendidikan sehari-hari. Pada waktu itu, Pemerintah berfungsi sebagai penyeimbang, melalui pemberian subsidi bantuan bagi sekolah-sekolah pada masyarakat yang benar-benar kurang mampu. [2]
Namun, keluarnya Inpres SDN No. 10/1973 adalah titik awal dari keterpurukan sistem pendidikan, terutama sistem persekolahan di tanah air. Pemerintah telah mengambil alih “kepemilikan” sekolah yang sebelumnya milik masyarakat menjadi milik pemerintah dan dikelola sepenuhnya secara birokratik bahkan sentralistik. Sejak itu, secara perlahan “rasa memiliki” dari masyarakat terhadap sekolah menjadi pudar bahkan akhirnya menghilang. Peran masyarakat yang sebelumnya “bertanggungjawab”, mulai berubah menjadi hanya “berpartisipasi” terhadap pendidikan, selanjutnya, masyarakat bahkan menjadi “asing” terhadap sekolah. Semua sumberdaya pendidikan ditanggung oleh pemerintah, dan seolah tidak ada alasan bagi masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi apalagi bertanggungjawab terhadap penyelengaraan pendidikan di sekolah.[3]
Berdasarkan pengalaman empiris tersebut, maka kemandirian setiap satuan pendidikan sudah menjadi satu keharusan dan merupakan salah satu sasaran dari kebijakan desentralisasi pendidikan saat ini. Sekolah-sekolah sudah seharusnya menjadi lembaga yang otonom dengan sendirinya, meskipun pergeseran menuju sekolah-sekolah yang otonom adalah jalan panjang sehingga memerlukan berbagai kajian serta perencanaan yang hati-hati dan mendalam. Jalan panjang ini tidak selalu mulus, tetapi akan menempuh jalan terjal yang penuh dengan onak dan duri. Orang bisa saja mengatakan bahwa paradigma baru untuk mewujudkan pengelolaan pendidikan yang demokratis dan partisipatif, tidak dapat dilaksanakan di dalam suatu lingkungan birokrasi yang tidak demokratis. Namun, pengembangan demokratisasi pendidikan tidak harus menunggu birokrasinya menjadi demokratis dulu, tetapi harus dilakukan secara simultan dengan konsep yang jelas dan transparans.
Selanjutnya desentralisasi pendidikan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah maupun sekolah untuk mengambil keputusan terbaik tentang penyelenggaraan pendidikan di daerah atau sekolah yang bersangkutan berdasarkan potensi daerah dan stakeholders sekolah. Olah karenanya, desentralisasi pendidikan disamping diakui sebagai kebijakan politis yang berkaitan dengan pendidikan, juga merupakan kebijakan yang berkait dengan banyak hal. Paqueo dan Lammaert menunjukkan alasan-alasan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan yang sangat cocok untuk kondisi Indonesia, yaitu; (1) kemampuan daerah dalam membiaya pendidikan, (2) peningkatan efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pendidikan dari masing-masing daerah, (3) redistribusi kekuatan politik, (4) peningkatan kualitas pendidikan, (5) peningkatan inovasi dalam rangka pemuasan harapan seluruh warga negara.[4]
Sesuai dengan tuntutan reformasi dan demokratisasi di bidang pendidikan, pengelolaan pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari keinginan dan tujuan bangsa Indonesia dalam penyelenggaran pendidikan itu sendiri. Sebagai contoh dalam pendidikan dasar, propenas menyebutkan kegiatan pokok dalam upaya memperbaiki manajemen pendidikan dasar di Indonesia adalah:
  1. Melaksanakan desentralisasi bidang pendidikan secara bertahap, bijaksana dan profesional, termasuk peningkatan peranan stakeholders sekolah;
  2. Mengembangkan pola penyelenggaraan pendidikan secara desentralisasi untuk meningkatkan efesiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat;
  3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, seperti diversifikasi penggunaan sumber daya dan dana;
  4. Mengembangkan sistem insentif yang mendorong terjadinya kompetensi yang sehat baik antara lembaga dan personil sekolah untuk pencapaian tujuan pendidikan
  5. Memberdayakan personil dan lembaga, antara lain melalui pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga profesional.
  6. Meninjau kembali semua produk hukum di bidang pendidikan yang tidak sesuai lagi dengan arah dan tuntutan pembangunan pendidikan; dan
  7. Merintis pembentukan badan akreditasi dan sertifikasi mengajar di daerah untuk meningkatkan kualitas tenaga kependidikan secara independen.[5]
Atas dasar amanat seperti yang dirumuskan dalam propenas di atas, maka sangat jelas bahwa tekad bangsa Indonesia untuk mewujudkan sistem pendidikan secara desentralistik terkesan sangat kuat. Dengan sistem ini pendidikan dapat dilaksanakan lebih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat, di mana proses pengambilan keputusan dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang paling dekat dengan proses pembelajaran (kepala sekolah, guru, dan orang tua peserta didik). Adanya otonomisasi daerah yang sekaligus disertai dengan otonomi penyelenggaraan pendidikan atau desentralisasi pendidikan, hendaknya dapat mencapai sasaran utama progam restrukturisasi sistem dan manajemen pendidikan di Indonesia. Restrukturisasi dimaksud antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut:
  1. Struktur organisasi pendidikan hendaknya terbuka dan dinamis, mencerminkan desentralisasi dan pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
  2. Sarana pendidikan dan fasilitas pembelajaran dibakukan berdasarkan prinsip edukatif sehingga lembaga pendidikan merupakan tempat yang menyenangkan untuk belajar, berprestasi, berkreasi, berkomunikasi, berolah raga serta menjalankan syariat agama.
  3. Tenaga kependidikan, terutama tenaga pengajar harus benar-benar profesional dan diikat oleh sistem kontrak kinerja.
  4. Struktur kurikulum pendidikan hendaknya mengacu pada penerapan sistem pembelajaran tuntas, tidak terikat pada penyelesaian target kurikulum secara seragam per catur wulan dan tahun pelajaran
  5. Proses pembelajaran tuntas diterapkan dengan berbagai modus pendekatan pembelajaran, peserta didik aktif sesuai dengan tingkat kesulitan konsep-konsep dasar yang dipelajari.
  6. Sistem penilaian hasil belajar secara berkelanjutan perlu diterapkan di setiap lembaga pendidikan sebagai konsekuensi dari pelaksanaan pembelajaran tuntas.
  7. Dilakukan supervisi dan akreditasi. Supervisi dan pembinaan administrasi akdemik dilakukan oleh unsur manajemen tingkat pusat dan provinsi yang bertujuan untuk mengendalikan mutu (quality control). Sedangkan akreditasi dilakukan untuk menjamin mutu quality assurance) pelayanan kelembagaan.
  8. Pendidikan berbasis masyarakat seperti pondok pesantren, kursus-kursus keterampilan, pemagangan di tempat kerja dalam rangka pendidikan sistem ganda harus menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional.
  9. Formula pembiayaan pendidikan atau unit cost dan subsidi pendidikan harus didasarkan pada bobot beban penyelenggaraan pendidikan yang memperhatikan jumlah peserta didik, kesulitan komunikasi, tingkat kesejahteraan masyarakat dan tingkat partisipasi pendidikan serta kontribusi masyarakat terhadap pendidikan pada setiap sekolah.[6]
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa desentralisasi pendidikan pada hakekatnya berkorelasi positif terhadap peningkatan mutu lulusan lembaga pendidikan dan efesiensi pengelolaan pendidikan. Apabila sekolah dapat dikelola dengan optimal oleh personalia yang profesional, pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak-pihak yang lebih dekat dan tahu tentang kebutuhan dan potensi sekolah, maka mutu pendidikan akan semakin menunjukan pada tingkat maksimal sesuai yang diharapkan.
Go to link download

Friday, August 12, 2016

Alkitab Konsep Tritunggal Agama Kristen

Alkitab Konsep Tritunggal Agama Kristen


Konsep Tritunggal, suatu keyakinan frudamental pada agama Kristen, menyatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa, yang terangkum dalam tiga (3) oknum, yaitu Tuhan Bapak, Anak (Yesus), dan Tuhan Ruhul Kudus. Pada ketiganya memiliki satu kesatuan dan substansi namun berbeda satu salama lain.

Alkitab Konsep Tritunggal Agama Kristen

Injil, yaitu kitab suci agama Kristen yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Pada keduanya menunjukan tentang ke Esaan Tuhan juga sama sekali tidak menunjukan penjelasan secara tegas tentang konsep Tritunggal. Ayat Injil pada Perjanjian Lama, yaitu : Ulangan 4:35 "Engkau diberi melihatnya untuk mengetahui, bahwa Tuhanlah Allah, tidak ada yang lain kecuali Dia." Dan pada Perjanjian Baru : 1 Timotius 2:5 "Karena Allah itu Esa." Pada ayat tersebut, sudah menunjukan bahwa Allahlah Tuhan, dan tiada lain selain Dia.

Orang kristen, pada waktu masa pertama itu tidak meyakini konsep Tritunggal dan mereka memandang Nabi Isya As (Yesus Kristus) sebagai Rasulullah (Rasul Allah) dan orang pilihan Tuhan. Pengikut Ebionisme Kristen pada waktu abad-abad pertama, kemunculan agama Kristen memandang Nabi Isya As (Yesus Kristus) sebagai seorang manusia biasa yang merupakan Maryam. Begitu juga dengan sejarawan pada umumnya bersepakat bahwa pada Alkitab (Injil), sama sekali tidak menjelaskan atau menyebutkan mengenai konsep Tritunggal secara lugas dan tegas.

Ensiklopedia Eliade terkait dengan konsep Tritunggal, mnuliskan ". . . masalah ini tekah menjadi masalah besar bagi Gereja untuk menemukan sebuah aat tentang Tritunggal dalam Alkitab (Injil). Selain itu, ada terdapat sebagian ruhani Kristen yang juga menegaskan dan membahas konsep Monoteisme. Monoteisme tersebut berasal dari kata Yunani Kuno, Mono artinya Tunggal dan Theos artinya Tuhan, yaitu suatu kepercayaan, dimana Tuhan adalah tunggal/satu yang berkuasa penuh atas segala sesuatu. Neo-Ensiklopedia Britannica juga mengungkapkan suatu hal sedemikan rupa mengenai Tritunggal "Tidak redaksi Tritunggal yang disebutkan dan juga tidak ada keyakinan tegas terhadapnya yang disebutkan dalam Perjanjian Baru". Santo Yohanes dari Damaskus (John of Damascus) berkata bahwa "Orang-orang yang meyakini Alkitab (Injil), tidak akan menyangsikan ke Esaan Tuhan".

Sangat patut dicermati, bahwa dalam kitab Taurat (Torah) juga menyebutkan Tuhan Esa. Kitab Taurat (Torah) sangat menegaskan mengenai ke Esaan Tuhan. Seperti pada kitab ini dijelaskan dari sepuluh titah (Ten Commandements) menyebutkan bahwa "Jangan ada padamu allah lain dihadapan-Ku." (Keluaran 20:3) Begitu juga yang disebutkan kitab ini bahwa "Engkau diberi melihatnya untuk mengetahui, bahwa Tuhanlah Allah, tidak ada yang lain kecuali Dia." (Ulangan 4:35), "Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi." (Kejadian 1:1), Tuhan itu Esa! Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenao hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu." (Ulangan 6:4), "Sebab itu ketauhilah pada ahri ini dan camkanlah, bahwa Tuhanlah Allah yang di langit di atas dan di bumi di bawah, tidak ada yang lain." (Ulangan 4:39), "Dengarlah, hai orang Israel : Tuhan itu Allah kita.

Seperti pada keyakinan orang-orang yang beragama Kristen dan para priset agama, Injil-injil Sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas), ditulis dengan beberapa dasawarsa sebelum Injil Yohanes. Injil Yohanes tersebut, ditulis kira-kira pada tahun 100 M, hal ini menunjukan bahwa Injil Yohanes ditulis 30 tahun setelah kematian Paulus pada masa ketika pemikiran orang-orang pada masa itu menguasai iman dan keyakinan masyarakat.

Dengan perbandingan global yang di antaranya mengandung tiga Injil yang senada dari satu sisi dan Injil Yohanes dari sisi lain, akan tetapi menjadi sangat jelas bahwa Injil-injil Sinoptik ini tidak terlalu menuhankan Yesus (Nabi Isya), akan tetapi pada hampir keseluruhan Injil Yohanes terdapat banyak hal, menyebutkan bahwa ketuhanan Yesus. Misalnya disebutkan dalam Injil Yohanes bahwa "sebab penentang orang-orang Yahudi terhadap Yesus karena Yesus menyebutkan dirinya sebagai Tuhan. Pada Injil Sinoptik ini (Matius, Markus, dan Lukas) menyatakan ihwal sembahyang, ibadah, dan ketundukan dirinya (Yesus) di hadapan Tuhan.

Tetapi, sebagai orang Kristen menjelaskan bukti-bukti dari Alkitab yang menurut mereka yakini bahwa pejelasan konsep tritunggal itu ada pada ayat-ayat injil tersebut. Bila mana kita cermati dan menelaah paragraf-paragraf yang dimaksud menjadi jelas bahwa bukti-bukti tersebut yang menjelaskan konsep tritunggal tidak terlalu lugas dalam mengungkapkan pesan tritunggal. Jadi, intinya mereka memang tidak mampu dan berhasil menegaskan ketetapan konsep tritunggal yang bersumber dari Alkitab.

Dibawah ini adalah ayat-ayat injil yang menyebutkan secara ringkas mengenai Tuhan Trinitas, yaitu :
  • “Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu.” (Matius 6:9)

  • Demikian juga Yesus Kristus berkata, “Kata Yesus kepadanya: "Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu." (Yohanes 20:17)

  • “Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” (Kejadian 1:26-27)

  • “Berfirmanlah TUHAN Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya." (Kejadian 3:22)

  • “Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing." (Kejadian 11:7)

  • “Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka sahutku: "Ini aku, utuslah aku!" (Yesaya 6:8)

  • “Serta berkata: "Tuan-tuan, silakanlah singgah ke rumah hambamu ini, bermalamlah di sini dan basuhlah kakimu, maka besok pagi tuan-tuan boleh melanjutkan perjalanannya." Jawab mereka: "Tidak, kami akan bermalam di tanah lapang." (Kejadian 19:2)

  • “Seperti sejuk salju di musim panen, demikianlah pesuruh yang setia bagi orang-orang yang menyuruhnya. Ia menyegarkan hati tuan-tuannya.” (Amsal 25:13)

  • “Ya TUHAN, Allah kami, tuan-tuan lain pernah berkuasa atas kami, tetapi hanya nama-Mu saja kami masyhurkan.” (Yesaya 26:13) 

  • “Sebab ada tiga yang memberi kesaksian di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu.” (1 Yohanes 5:7)
Ayat-ayat yang disebutkan di atas ditemukan pada bagian naskah Latin dan tidak dijumpai pada naskah-naskah Alkitab yang di tulis dengan bahasa Yunani. Dewasa ini, ayat Tritunggal ini telah dihapus dari teks asli Alkitab bahkan juga tidak ditemukan pada terjemahan Alkitab Latin Greja Katolik (Vilgata).

Tiadanya teks suci (nash) ihwal Triutunggal dan terbatas serta globalnya redaksi yang berkaitan dengan ketuhanan Yesus Kristus, membuat orang-orang Kristen berupaya meluaskan terminologi Putra Bapa sehubungan dengan Yesus Kristus. Terminologi ini mereka ganti dari makna kiasan menjadi makna hakiki. Namun mereka berselisih paham tentang masalah ketuhanan Yesus Kristus hingga tiga abad lamanya. Pada awal abad keempat, seorang uskup Kristen terkemuka bernama Arius bangkit melawan keyakinan tentang ketuhanan Yesus Kristus dan berpolemik dengan kurang lebih 300 uskup yang diundang oleh Konstantinus, kaisar pertama orang Kristen, untuk datang ke kota Nicea Asia Minor (sekarang Iznik, Turki) tahun 325 M. Dari pertemuan itu, Konstantinus membentuk Konsili yang kemudian populer dengan nama Konsili Nicea.

Dalam Konsili ini, tercapai kata sepakat dengan suara mayoritas yang mendukung keilahian Kristus dan menolak pendapat Arius yang dipandang sebagai penghujatan.

Dalam resolusi Konsili yang umum dikenal dengan Kredo Nicea, kita membaca tentang Yesus Kristus yang digambarkan sebagai "Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah sejati dari Allah sejati," yang menyatakan keillahian-Nya. Walaupun semua terang bersumber dari alam, esensi dari terang itu dianggap identik, apapun bentuknya.Yesus Kristus dikatakan "diperanakkan, bukan dijadikan," menyatakan keabadianN-ya bersama Allah, dan menegaskannya dengan menyatakan perananNya dalam Penciptaan. Akhirnya, Yesus Kristus dikatakan "berasal dari substansi Sang Bapa,.... Dia turun untuk manusia dan menjelma menjadi manusia demi keselamatan (salvation) manusia... terkutuklah bagi orang-orang yang berkata bahwa suatu hari dia tidak ada atau sebelumnya tidak ada, atau berasal dari ketiadaan kemudian mengada, dan (demikian juga terkutuklah) bagi  orang-orang yang menyakui bahwa Dia berasal dari substansi atau genus lain, atau putra Bapa yang tercipta atau dapat berubah dan berganti.”

Akan tetapi, meskipun berdasarkan keputusan Konsili Nicea yang merumuskan resolusi berupa Kredo Nicea bahwa keyakinan terhadap konsep tritungga; sebagai prinsip seorang Kristian, namun mereka tetap saja masih ada orang-orang yang selalu menolak keyakinan terhadap konsep tersebut.

Meski berdasarkan keputusan Konsili Nicea yang merumuskan resolusi berupa Kredo Nicea yaitu keyakinan terhadap Tritunggal sebagai prinsip seorang Krisitian, namun tetap saja terdapat orang-orang yang senantiasa menolak keyakinan terhadap Tritunggal ini.

Tahun 1600, sebuah sekte bernama Unitarianisme muncul dan menolak ajaran konsep tritunggal. Dikarenakan mereka ini meyakini iman mereka terhadap tritunggal muncul akibat pengaruuh keyakinan lemah filosof Yunani dalam merumuskan kredo-kredo mereka.

Seorang berkebangsaan Spanyol yang bernama Michael Servetus Pemimpin gerakan Unitarianisme, yang menelaah secara cermat dan sangat serius pada Alkitab, khususnya pada Perjanjian Baru. Setelah itu. dengan mempelajari Alkitab secara rinci, ia menyimplkan bahwa konsep tritunggal yang disusun berdasarkan Kredo Nicea bagi orang-orang Kristen secara umum adalah perkara yang telah dikonfirmasi sebelumnya, dalam lembaran Kredo Nicea merupakan rekayasa Greja Katolik, mengajarkan kekufuran dan ajaran-ajaran palsu pada Alkitab yang telah mereka sepakat rubah-rubah. Dalam Alkitab (tulisnya) tritunggal tidak pernah disebutkan. Michael Servetus sendiri menulis buku yang berjudul "On the Errors of the Trinity" pada tahun 1531, dan setelah ia membuat buku tersebut, ia menjadi sasaran utama Inkuisisi. Agama kristen yang menetapkan konsep trinitas berdatangan dan menuai kecaman hebat dan mengkafirkan kaum Protestan dan Katolik. Akan tetapi, penganut keyakinan ini (Unitarianism), tetap saja memiliki pengikut hingga pada masa sekarang ini.

Referensi : http://www.islamquest.net/id/

Go to link download